Rapat Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca Sektor Kehutanan

Sumber Gambar :

Perubahan iklim global merupakan isu penting di dunia saat ini.  Perubahan iklim global disebabkan oleh meningkatnya Gas Rumah Kaca di atmosfer dimana gas rumah kaca yang terdiri dari karbon dioksida, metana, dan nitrogen oksida yang dihasilkan sebagai akibat dari aktifitas manusia seperti penggunaan kendaraan bermotor, aktifitas industri, pembakaran sampah, pembakaran lahan dan aktifitas lainnya.  Saat ini dampak perubahan iklim global sudah kita rasakan, diantaranya siklus musim yang tidak menentu, curah hujan dengan intensitas yang sangat tinggi, meningkatnya suhu udara harian, banjir bandang, dan kemarau.  Atas kondisi tersebut, dunia bersepakat untuk melakukan aksi untuk menurunkan gas rumah kaca sebagai bentuk mitigasi dari perubahan iklim.

Indonesia memiliki posisi yang sangat penting dalam isu perubahan iklim global karena selain sebagai penyumbang emisi Gas Rumah Kaca, juga merupakan salah satu negara yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sehubungan dengan itu, Indonesia menilai penting untuk melakukan langkah-langkah mengatasi dampak perubahan iklim dan juga mengurangi peluang timbulnya perubahan iklim dengan mengurangi emisi GRK yang menjadi penyebab perubahan iklim global.

Langkah kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim global ini adalah dengan diterbitkannya  Peraturan Presiden RI Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang merupakan instrumen pendekatan yang digunakan dalam rangka menjabarkan upaya-upaya mitigasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesiayang tertuang di dalam perencanaan strategis pembangunan nasional, dengan target penurunan emisi GRK sebesar26% pada tahun 2020 dengan upaya sendiri dan sebesar 41% dengan dukungan internasional.

Dalam Peraturan Presiden tersebut diamanatkan bahwa Gubernur bertanggungjawab dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) di masing-masing provinsi.

Di era pemerintahan saat  ini, komitmen Indonesia pada dunia  dalam menurunkan gas rumah kaca ditingkatkan, yaitu menjadi 29% pada Tahun 2030 dengan upaya  sendiri dan 41% dengan bantuan internasional.  Upaya penurunan gas rumah kaca dengan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca juga akan diperkuat dengan Perpres Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) yang saat ini masih dalam proses pembahasan. Hal ini menunjukkan bahwa paradigm perencanaan pembangunan  yang  berkelanjutan baik di Pusat maupun di Daerah  harus mempertimbangkan emisi karbon yang ditimbulkan.

Terkait dengan kebijakan pemerintahan saat ini maka Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Provinsi Banten yang telah ditetapkan oleh Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2012 akan dikaji ulang dengan mensimulasikan pola emisi gas rumah kaca dan peluang-peluang upaya penurunan emisi yang dapat dilaksanakan.

Upaya penurunan emisi gas rumah kaca terbagi menjadi beberapa sector, yaitu: sector limbah/persampahan, kehutanan, pertanian, industry, energy dan transportasi.  Sektor kehutanan merupakan sector yang diandalkan memberikan kontribusi penurunan GRK secara langsung melalui penyerapan karbon di atmosfer menjadi biomassa pada tanaman. Upaya yang dilakukan pada sector kehutanan melalui kegiatan reboisasi hutan, rehabilitasi lahan dan kegiatan lainnya yang terkait dengan penanaman pohon. Kegiatan penanaman pohon bukan saja dapat menurunkan gas rumah kaca, tetapi juga dapat memperbaiki fungsi hidrologi lahan dan memperbaiki estetika lingkungan.

Pada periode 2010 – 2016 sektor kehutanan masih menjadi kewenangan Kabupaten/Kota sehingga target RAD-GRK Provinsi Banten dapat terbantu dengan program kehutanan yang ada di Kabupaten/Kota.  Dengan adanya UU 23 Tahun 2014 dimana kewenangan kehutanan tidak lagi menjadi urusan Kabupaten/Kota, maka tugas penurunan emisi dari sektor kehutanan menjadi tanggung jawab sepenuhnya Provinsi Banten sehingga tugas ke depan menjadi lebih berat.

Walaupun Kabupaten/Kota tidak memiliki lagi kewenangan dalam urusan kehutanan, tetapi Kabupaten/Kota masih terdapat kegiatan-kegiatan yang dapat menurunkan gas rumah kaca terkait sector kehutanan seperti pengadaan bibit untuk penghijauan lingkungan, peningkatan produktifitas komoditi perkebunan ataupun hortikultura dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat meningkatkan cadangan karbon pada lahan.

Upaya mitigasi perubahan iklim melalui penurunan gas rumah kaca harus menjadi perhatian untuk semua pihak. Tugas penurunan gas rumah kaca bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga kewajiban masyarakat. Pemerintah wajib memberikan edukasi kepada masyarakat terkait perubahan iklim sehingga dapat menyesuaikan gaya hidupnya agar lebih ramah lingkungan dan mampu meminimalkan emisi gas rumah kaca dalam aktifitas kesehariannya.

Saya berharap, dengan pertemuan yang cukup singkat ini, hendaklah Kabupaten/Kota dan Provinsi Banten dapat saling memberikan data dan informasi terkait kegiatan yang memberikan kontribusi dalam penurunan gas rumah kaca.  Data yang dikumpulkan akan dilaporkan secara on-line kepada Pemerintah Pusat dan hasil pelaporan tersebut akan dirangkum dan disampaikan oleh Presiden RI pada pertemuan tahunan COP (Conference of the Parties) yang membahas pencapaian upaya setiap Negara dalam menghadapi perubahan iklim dunia. 


Share this Post