Mengenal Mitigasi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Kehutanan

Sumber Gambar :

MENGENAL MITIGASI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR KEHUTANAN

I. Pendahuluan

Konvensi perubahan iklim telah dilakukan beberapa kali, dimana konvensi ini digagas dalam rangka menurunkan emisi gas rumah kaca secara internasional. Gagasan konvensi perubahan iklim muncul petama kali pada tahun 1979, tahun 1992 dan pada tahun 1997 diselenggarakan di Kyoto, jepang dan muncul protocol Kyoto. Protocol Kyoto bertujuan menjaga konsetrasi gas rumah kaca di atmosfer agar berada pada tingkat yang tidak membahayakan system iklim bumi. Untuk mencapaii tujuan itu, protocol mengatur pelaksanaan penurunan emisi oleh Negara industry sebesar 5 % dibawah tingkat emisi tahun 1990 dalam periode 2008 – 2012 melalui mekanisme implementasi bersama (joint Implementation), Perdagangan emisi (emission trading) dan mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism). Dengan mengesahkan protocol Kyoto, Indonesia mengadopsi protocol tersebut sebagai hukum nasional untuk dijabarkan dalam kerangka peraturan dan kelembagaan. Maka terbitlah Undang-undang Nomor17 Tahun 2004 tentang Protocol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim.

Pemerintah Indonesia telah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dari kondisi Busines as Usual ( dimana kondisi tidak ada intervensi kebijakan apapun) yang dicapai pada tahun 2020 tanpa bantuan negara lain dan sebesar 41 % bila memperoleh bantuan dari Negara lain. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Presiden RI (SBY) pada pertemuan G-20 di Pittsburgh-USA pada tanggal 29 September 2009. Dimana pernyataan tersebut merupakan pernyataan Non-Binding Commitment karena Indonesia bukan merupakan Negara annex 1. Maksudnya Negara annex I yaitu Negara-negara industry atau negara-negara penghasil gas rumah kaca yang terikat oleh protocol Kyoto atas konvensi kerja PBB tentang perubahan iklim. Dimana konvensi perubahan iklim di selenggarakan di Kyoto pada bulan desember 1997.

Pada pengurangan emisi sebesar 26 % sektor kehutanan diharapkan dapat menurunkan emisi kurang lebih 14 % melalui pengelolaan hutan seperti pencegahan deforestasi, degradasi, kegiatan penanaman kembali serta penurunan jumlah hot spot kebakaran hutan. Adapun sektor lainnya yang ditargetkan dalam penurunan jumlah emisi sebagaimana tabel dibawah ini :

Tabel 1 Target Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK per Indikator

sumber: Kementrian ESDM,2011

Gambar 1 Skenario SNC Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 2000-2020 ( Sumber :naskah akademis Draft Perpres rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca)

 

Berdasarkan skenario SNC (Second National Communication) tingkat emisi di Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 1,72 Gton CO2e pada tahun 2000 (KLH, 2009) menjadi 2,95 Gton CO2e pada tahun 2020 (KLH 2009). Perhitungan tersebut akan ditinjau kembali secara periodik dengan menggunakan metodologi, data dan informasi yang lebih baik. Peningkatan emisi tersebut, sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan atau aktivitas di bidang kehutanan dan lahan gambut, pertanian, energi, industri dan transportasi, serta limbah.

II. Efek Gas Rumah Kaca

Efek rumah kaca di alam telah berlangsung selama milyaran tahun tanpa uap air dan CO di atmosfer, suhu di bumi akan lebih dingin 330C dibandingkan pada kondisi saat ini sehingga bumi menjadi tidak layak huni. Dengan demikian efek rumah kaca yang disebabkan oleh uap air dan CO berpengaruh positif bagi kehidupan manusia. Masalahnya saat ini adalah konsentrasi gas rumah kaca semakin bertambah melebihi tingkat normal alamiahnya serta munculnya beberapa gas rumah kaca baru pengganti CFC dan pengganti - pengganti CFC, yang akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut dan semakin mengancam daya dukung lingkungan.

Efek rumah kaca merupakan akumulasi panas dalam rumah kaca (bumi). Fenomena yang terjadi dalam rumah kaca tersebut mirip dengan bumi yang ‘diselimuti’ gas-gas tertentu. Adapun proses terjadinya gas rumah kaca dapat diuraikan sebagai berikut:

Sinar matahari memanaskan laut dan daratan permukaan bumi yang memanas, kemudian meradiasikan panas dalam bentuk sinar inframerah ke ruang angkasa. Sebagian sinar inframerah tersebut diserap oleh gas – gas rumah kaca yang terdapat di atmosfer, seperti uap air dan karbon dioksida. Dengan demikian panas terperangkap, tidak dapat lepas ke ruang angkasa sehingga menyebabkan suhu permukaan bumi naik.

Gambar 2 Efek Rumah Kaca (sumber : LAPAN,2002)

 

Gas-gas tersebut kemudian disebut dengan gas rumah kaca (GRK). Gas Rumah Kaca terdiri dari :

1. Karbon dioksida (CO2) 2. Metana (CH4) 3. Dinitrogen oksida (N2O) 4. Hidrofluorokarbon (HFCs) 5. Sulfur heksaflorida (SF6) 6. Perfluoro karbon (PFCs)

Selain gas-gas rumah kaca yang telah disepakati pada protocol Kyoto, para ilmuwan juga menyebutkan beberapa zat yang harus diwaspadai karena ikut berperan terhadap pemanasan global. Zat-zat tersebut adalah

1) Ozon, merupakan gas rumah kaca yang secara terus menerus dihasilkan dirusak diatmosfer melalui reaksi kimia. Rusaknya ozon ini dikarenakan adanya aktifitas manusia melalui pelepasan gas seperti karbon monoksida, hidrokarbon dan oksida-oksida nitrogen

2) Uap air merupakan gas rumah kaca dengan kadar terbanyak di atmosfer.

3) dan aerosol adalah partikel-partikel kecil yang berada di atmosfer dengan ukuran konsentrasi dan komposisi kimia yang bervariasi. Aerosol ditimbulkan karena adanya pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa serta proses-proses industry melepaskan aerosol yang mengandung senyawa sulfur, organic dan jelaga. Dimana zat-zat ini dikategorikan sebagai gas rumah kaca.

Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Kemudian karbondioksida (CO2) adalah gas rumah kaca terbanyak kedua yang timbul dari berbagai proses alami seperti letusan vulkanik, pernapasan hewan dan manusia dan pembakaran material organic.

Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Dimana proses fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya. Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya.

Kadar alami karbondioksida di atmosfer dikendalikan oleh adanya interaksi langsung antara atmosfer, lautan dan biosfer. Kemudian aktifitas manusia yang melepaskan karbon berlebihan, telah mengganggu daur karbon ini yang mengakibatkan kadar karbondioksida di atmosfer bertambah tinggi yang selanjutnya meningkatkan efek rumah kaca.

Emisi pemanasan gas rumah kaca dari tambahan emisi 1 Kg saat ini selama 100 tahu mendatang akan tergantung pada kalahidup unsure yang bersangkutan di atmosfer, jumlah radiasi yang diserap dan rapat massanya. Kemampuan pemanasan secara global dari setiap unsure gas rumah kaca ini disebut potensi pemanasan global. Mengacu pada perhitungan IPCC maka CO berperan menyumbang panas sebesar ~ 2/3 dari pemanasan di masa yang akan datang. Sekitar seperempat pemanasan berasal dari meta dan gas-gas lain. CO, jelas merupakan gas rumah terpenting, baik saat ini maupun pada masa yang akan datang.

Dampak adanya peningkatan gas rumah kaca akan menyebabkan terjadinya pemanasan global. Pada dekade sekarang hasil pengukuran para ahli telah terjadi kenaikan rata-rata suhu udara antara 0.3 – 0.6 0C. Bila emisi gas rumah kaca terus meningkat dengan laju peningkatan seperti sekarang maka diperkirakan pada tahun 2030 rata-rata kenaikan suhu udara akan berkisar antara 3 sampai 50C. Dampak lainnya dengan adanya efek gas rumah kaca, hampir 20 persen terumbu karang di dunia punah akibat emisi karbondioksida yang meningkatkan karbon-karbon tersebut oleh laut, menyebabkan laut menjadi lebih asam berdampak negative bagi biota laut.

III. Mitigasi Gas Rumah Kaca Sektor Kehutanan

Pengertian mitigasi adalah Usaha pengendalian untuk mengurangi resiko akibat perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi/meningkatkan penyerapan Gas Rumah Kaca dari berbagai sumber emisi. (Perpres 61 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 7).

Mitigasi gas rumah kaca merupakan langkah pencegahan terhadap meningkatnya efek gas rumah kaca. Kebijakan program Mitigasi gas rumah kaca di lakukan oleh berbagai Kementerian/Lembaga, antara lain meliputi Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika serta Pemerintah Daerah.

Dalam mewujudkan pengurangan emisi gas rumah kaca tiap sektor diberikan target penurunan emisi melalui rencana aksi sebagaimana tabel dibawah ini

Tabel 2 Target Rencana Aksi Penurunan Emisi GRK per Bidang

 

 

 

 

 


Share this Post