PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR (BAG. SATU)

Sumber Gambar :

Terumbu karang, mangrove dan padang lamun merupakan bagian dari ekosistem pesisir dan laut, dan secara keseluruhan merupakan salah satu bagian dari lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan definisi lingkungan hidup, yakni kesatuan ruang dengan semua dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Upaya pengelolaan lingkungan hidup diatur dengan undang-undang dan terakhir diatur melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pengertian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menurut Undang-undang 32 Tahun 2009 adalah sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

Sementara itu pengertian konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta berkesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Selanjutnya Undang-undang no. 32 Tahun 2009 menyebutkan bahwa konservasi (dalam hal ini konservasi sumberdaya alam) merupakan bagian dari pemeliharaan, kegiatannya meliputi perlindungan sumberdaya alam, pengawetan sumberdaya alam dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa konservasi sumberdaya alam meliputi antara lain: konservasi sumberdaya air, ekosistem hutan, ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem lahan gambut dan ekosistem karst. Termasuk di dalam ekosistem pesisir dan laut adalah terumbu karang, mangrove dan padang lamun. Sedangkan pengertian pengawetan sumberdaya alam adalah upaya untuk menjaga keutuhan dan keaslian sumberdaya alam beserta ekosistemnya.

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR (BAG. SATU) Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keberagamannya. Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diselenggarakan untuk menjaga kelestarian eksosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain, melindungi habitat biota laut dan melindungi situs budaya tradisional. Untuk kepentingan konservasi sebagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Satu kawasan konservasi diselenggarakan untuk melindungi sumberdaya ikan, tempat persinggahan dan/atau alur migrasi biota laut lain dan wilayah yang diatur oleh adat tertentu(misalnya sasi), ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan. Kawasan konservasi ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan pengelolaannya dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kawasan konservasi dibagi atas tiga zona, yaitu zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona lain sesuai dengan peruntukan kawasan.

Zona inti diperuntukkan untuk perlindungan mutlak habitat dan populasi daerah berpijah (spawning ground), tempat bertelur(nesting site), daerah asuhan(nursery ground), dan tempat mencari makan(feeding ground), perlindungan ekosistem unik dan/atau rentan terhadap perubahan, perlindungan situs budaya/adat tradisional, penelitian dan pendidikan. Zona pemanfaatan terbatas diperuntukkan sebagai perlindungan habitat dan populasi, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, serta pendidikan. Sedangkan zona lain yang berada di luar zona inti dan zona pemanfaatan terbatas pemanfaatannya untuk kegiatan tertentu antara lain untuk rehabilitasi. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tidak merubah isi pasal 35, yang secara tegas melarang kegiatan-kegiatan yang menyebabkan terjadinya gangguan/kerusakan terumbu karang, mangrove dan padang lamun. Pasal 35 menyatakan bahwa dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang: a. Menambang terumbu karang yang menimbulkan kerusakan ekosistem terumbu karang; b. Mengambil terumbu karang di kawasan konservasi; c. Menggunakan bahan peledak, bahan beracun, dan/atau bahan lain yang merusak ekosistem terumbu karang; d. Menggunakan peralatan, cara dan metode lain yang merusakan ekosistem terumbu karang; e.

Menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; f. Melakukan konversi ekosistem mangrove di kawasan atau zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis pesisir dan pulau-pulau kecil; g. Menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman dan/ atau kegiatan lain; h. Menggunakan cara dan metode yang merusak padang lamun; i. Melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya; j. Melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya; k. Melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya; serta l. Melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya. (bersambung)


Share this Post