Buah Mangrove Sebagai Sumber Pangan Alternatif

Sumber Gambar :

 

Salah satu tanaman pantai  yang berperan sebagai penahan abrasi dan tempat hidup dan berkembang biaknya mahluk hidup satwa pantai,  yaitu tanaman mangrove, potensi ini dapat dikembangkan juga sebagai sumber pangan alternatif.

Sumber daya alam yang melimpah  disekitar pantai, yaitu tanaman  mangrove dapat mejadi bagian  untuk memenuhi kebutuhan pangan,maka hutan mangrove dapat pula menyediakan pangan. Secara umum hutan mangrove didefinisikan sebagai tipe hutan yang tumbuh pada daerah pasang surut (terutama pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. (Kusmana, et al., 2003). Oleh karena itu hutan mangrove merupakan eksosistem utama pendukung kehidupan masyarakat pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia makanan bagi biota laut, penahan abrasi pantai, penahan gelombang pasang dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, hutan mangrove juga bisa berfungsi untuk menyediakan kebutuhan pangan penduduk di sekitarnya.

 

 

 

 

 

 

Masyarakat umum belum begitu mengenal akan potensi hutan mangrove sebagai penghasil cadangan pangan untuk membantu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat pesisir. Bagi masyarakat yang tinggal dan berinteraksi dengan hutan mangrove dalam kehidupan sehari-hari,sudah sangat paham akan manfaat mangrove sebagai sumber cadangan pangan.

Masyarakat pesisir secara tradisional sudah sejak dulu telah memanfaatkan mangrove sebagai pengganti nasi. Ketika negara Indonesia mengalami krisis pangan pada tahun 1963 sampai 1965, masyarakat pesisir memanfaatkan mangrove sebagai bahan pangan. Masyarakat meyakini bahwa buah mangrove bisa dimakan dan tidak beracun karena secara logika buah ini sering dimakan oleh satwa yang hidup didalamnya misalnya kera, burung dan ular pohon.Sebagai contoh, beberapa masyarakat pesisir  sudah biasa memanfaatkan buah mangrove sebagai pengganti nasi.

Caranya dengan merebus buah mangrove sampai empuk kemudian dimakan dengan parutan kelapa. Untuk menghilangkan rasa pahit, buah mangrove tersebut ditaburi dengan nira dari pohon kelapa atau nipah yang banyak terdapat di sekitar pantai.  Maka buah mangrove jenis ini dapat pula  sebagai komoditi agrobisnis andalan masa mendatang, sehingga perlu dukungan kajian ilmiah untuk mendukung pengembangannya. Komoditi ini akan menjadi komoditi alternatif pengganti beras dan ubi yang akan digunakan jika sewaktu-waktu terjadi gagal panen.

Komposisi buah mangrove jika dibandingkan dengan singkong, ubi jalar, beras dan sagu, maka komposisi buah mangrove lebih menyerupai singkong, dimana kandungan karbohidratnya hampir sama, yaitu 92 %.  juga sebagai penyedia karbohidrat maupun sebagai bahan baku industri, kendala yang dihadapi adalah jika dibandingkan dengan komoditi lain misalnya beras atau ubi, pengolahan buah mangrove cukup rumit dan membutuhkan waktu yang lama.  biasa mengolah buah mangrove dari jenis Bruguiera sp dengan cara direbus dengan tujuan untuk memudahkan pengupasan. Setelah dikupas kemudian diiris dan direndam selama lebih dari 10 jam, setelah itu dikeringkan untuk pengawetan untuk dijadikan tepung sebagai bahan dasar membuat kue.

Buah mangrove tidak bisa langsung diolah menjadi makanan. Langkah pertama untuk mengolahnya adalah mengupas kulit buah mengrove, kemudian buah di belah untuk menghilangkan bagian tanin yang mirip kapas kecil berwarna putih dan lengket. Bagian ini jika tidak dihilangkan dan terebus, maka seluruh buah mangrove akan berwarna biru keunguan dan tercium bau tembakau rokok sehingga tidak enak lagi dimakan. Sebelum direbus, buah mangrove harus terlebih dahulu direndam dalam air tawar selama tiga hari. Setiap hari saat pagi dan sore, air rendaman buah mengrove harus diganti untuk menghilangkan getah yang menempel. Setelah tiga hari direndam, buah mangrove siap digunakan untuk makanan apa saja. Jika mau dibuat keripik, tinggal ditambah bumbu berupa, garam, bawang merah dan bawang putih siap digoreng, jika mau dibuat dodol , cake maupun berbagai macam kue, buah mangrove yang sudah direbus harus dihaluskan lebih dulu menggunakan blender. Setelah halus barulah dicampur dengan bahan-bahan lainnya seperti tepung, gula, mentega, sesuai dengan selera. Jika ingin rasa buah mangrove lebih dominan, maka campuran buah mangrove yang sudah dihaluskan harus lebih banyak dari bahan lainnya.

Beberapa jenis buah mangrove yang bisa diolah menjadi bahan pangan diantaranya adalah mangrove jenis Avicennia alba dan Avicennia marina atau yang lebih dikenal masyarakat dengan naman api-api lebih cocok untuk dibuat keripik karena ukurannya kecil seperti kacang kapri dan rasanya gurih serta renyah seperti emping melinjo. Adapun Rhizopora mucronata atau biasa disebut bakau perempuan yang tingggi buahnya sekitar 70 sentimeter serta Rhizopora apiculata (bakau laki) yang tingginya sekitar 40 sentimeter, lebih cocok dibuat sayur asam karena rasanya segar. Sonneratia alba yang biasa disebut pedada yang buahnya seperti granat nanas, lebih cocok untuk dibuat permen karena rasanya asam. Sedang Nypa fruticanlebih cocok untuk dibuat kolak.

Salah satu konsep pengembangan hutan yang menganut kaidah kelestarian dimana pelaksanannya harus memandang hutan sebagai satu kesatuan ekosistem, lengkap dengan keaneka ragaman hayati yang dikandungnya serta melibatkan partisipasi masyarakat sekitar hutan adalah Pengembangan Hutan Cadangan Pangan. Manfaat “Hutan Cadangan Pangan” adalah pelestarian hutan dapat dijaga, sumber-sumber air terpelihara, memunculkan sumber air baru, dan lahan kritis di sekitar hutan pun lama-lama dihijaukan dan dijadikan hutan baru. Beberapa model pengembangan hutan cadangan pangan diantaranya: Pertama, Agro-forestry, disamping tanaman pokok kehutanan, juga dilakukan budidaya komoditi penghasil bahan pangan sehingga areal hutan tersebut kaya dnegan berbagai jenis tanaman (sumber karbohidrat), kedua, Silvo-fishery, disamping tanaman pokok kehutanan ( khususnya pada areal hutan mangrove) juga dilakukan budidaya ikan serta komoditi pengairan lainnya sebagai sumber protein hewani, ketiga, Silvo-pasture,

Pemanfaatan hutan dengan penanaman dan pengkayaan rumput dan hijauan makanan ternak sebagai upaya dalam rangka pemenuhan sumber protein hewani. Ketiga model konsep ini secara efektif melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung dalam sistem pengelolaan hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara teknis maupun meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis mampu menjamin kelestarian fungsi hutan. Untuk mewujudkan tuntutan pengelolaan terhadap kelesarian hutan secara adil dan berkelanjutan senantiasa menghadapi tantangan dan kendala yang terkait dengan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan hutan.

Kejelasan hak dan kewajiban yang ada pada masyarakat akan menumbuhkan suasana yang aspiratif dan partisipatif yang menempatkan masyarakat sebagaia basis pengelolaan hutan. Partisipasi masyarakat secara sadar akan berperan dan berfungsi dalam pengelolaan hutan yang lestari sehingga menjamin berkembangnya kapasitas dan pemberdayaan masyarakat serta distribusi manfaat hutan.

Penulis : Usep Witarsa

Bahan bacaan.

http://utama.seru.com/read/2012/03/28/90519/kawasan-hutan-

*) Penyuluh Kehutanan DLHK Banten


Share this Post